“Hei So Yoo Ri, ayo cepat!”
Yoo Ri segera berlari ke arah mobil sambil membetulkan rambutnya. Begitu Yoo Ri sudah duduk manis di sampingnya, Min Woo pun menyalakan mesin mobil dan segera mengendarainya ke stasiun. Hari ini, sahabat baik Min Woo akan datang mengunjunginya. Wajar kalau Min Woo terlalu bersemangat untuk menjemputnya. Yoo Ri hanya tersenyum geli melihat tingkah laku Min Woo.
Some types of happiness are not easy to forget
Do some types of happiness start like this?
Yoo Ri’s Heart
“Min Woo!”
“Apa kabar? Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Miss you so much, really!” Ujar Min Woo sambil memeluk sahabatnya itu.
“Yeah, me too. Mana mobilnya? Ayo cepat kita masukkan ke mobil, biar kita cepat jalan-jalan.”
“Iya iya, sini sini. Biar kubantu. Bawaanmu sedikit sekali ya.” Min Woo mengangkat satu tas koper dan memasukkannya ke dalam bagasi.
Yoo Ri masih sibuk sendiri di dalam mobil.
“Hei sini. Kenalkan, ini Yoo Ri.” Ucap Min Woo sambil membukakan pintu mobil.
Yoo Ri segera keluar dari mobil dan tersenyum manis, tapi senyumannya langsung menghilang ketika ia melihat seseorang yang berada di hadapannya ini. Mereka berdua saling bertatapan lama. Membuat atmosfer bahagia yang di diciptakan Min Woo runtuh.
“Ini hari terakhir aku bisa melihatmu.”
“Ya…aku pasti akan sangat merindukanmu, Seung Hyun.”
“Ini.” Seung Hyung memberikan sebuah botol kaca kecil ke Yoo Ri. “Kau akan tahu ini apa…”
Yoo Ri dan Seung Hyun berusaha untuk memanfaatkan sebaik-baiknya hari terakhir mereka bersama. Tapi memang mereka lebih suka menghabiskan waktu di pinggir pantai sambil melihat senja. Dan mereka merasa senja hari ini begitu berbeda. Sesuatu di botol kaca yang di pegang Yoo Ri mulai bersinar.
“Kunang-kunang?”
“Ya. Indah kan?”
Yoo Ri tersenyum. “Indah sekali…”
Seung Hyun memasukkan beberapa bukunya ke dalam tas kecil, Yoo Ri hanya memperhatikannya sambil duduk di atas ranjang di sebelah tas. Mereka saling tidak berkata-kata. Mereka takut tidak bisa saling melepaskan. Seung Hyun memeluk tubuh Yoo Ri, erat. Tak ingin ia lepaskan. Tanpa saling berbicara, hanya tatapan mata tak rela, Seung Hyun masuk ke dalam taksi.
Yoo Ri masih tak beranjak dari tempatnya ia berdiri. Ia diam terpaku menatap kosong kepergian Seung Hyun. Barulah ketika sadar dari kesedihannya, ia berlari mengejar mobil yang mulai pergi menjauh.
Yoo Ri kembali masuk ke dalam rumah Seung Hyun yang kosong. Ia berlutut di dekat jendela dan menyentuh dinding putih yang bertuliskan semua kenangan mereka berdua. Ia tidak yakin sampai kapan ia bertahan tanpa Seung Hyun. Lambaian gorden putih yang tertiup angin seakan bermaksud membawa pergi semua kesedihan Yoo Ri.
Sudah satu bulan sejak kepergian Seung Hyun. Yoo Ri masih belum bisa melupakannya. Perlahan ia membuka pintu rumah Seung Hyun. Rindu sekali rasanya setelah satu bulan tidak berkunjung ke rumah yang didominasi warna putih itu. Dengan takut-takut, ia melongok ke dalam rumah. Jangan-jangan rumah tersebut sudah memiliki penghuni baru.
“Hei…”
“Gyaaaa!!!” Yoo Ri berteriak kaget dan buru-buru masuk ke dalam kamar ketika orang yang mengagetkannya terjatuh karena ternyata juga kaget dengan teriakan Yoo Ri.
“Hei tenanglah…biarkan aku masuk.”
Yoo Ri pun membuka pintu kamar perlahan dan mempersilahkan lelaki itu untuk masuk. Ia lalu duduk di sebuah kursi di dekat jendela dan menatap keluar.
“Aku baru datang dari Seoul dan belum mengerti daerah sini. Bisakah kau membantuku?”
“Kau.” Ucap Yoo Ri sambil marah dan bangkit dari duduknya. “Kau… Kau itu tidak sopan sekali.”
“Ha?” Balas lelaki di hadapan Yoo Ri sambil melongo.
Yoo Ri segera pergi meninggalkan lelaki itu di kamar Seung Hyun dan kembali ke café tempatnya bekerja. Ngeri sekali ia membayangkan kejadian tadi. Mungkin saja kan orang tadi berbohong dan ternyata dia itu sebenarnya penjahat atau teroris. Tanpa berusaha memperdulikan kejadian tadi siang, Yoo Ri pun mulai sibuk bekerja. Ia bekerja dengan sungguh-sungguh karena ia ingin menjadi seorang coffee maker yang hebat.
“Halo So Yoo Ri.”
Yoo Ri menengok ke arah seseorang yang memberikan salam dan langsung tercengang melihatnya. Lelaki tadi siang datang di hadapannya sambil membawa setangkai mawar merah yang digigit di mulutnya.
“Ternyata kau bekerja di sini yaa. Perkenalkan, namaku No Min Woo. Aku baru pindah dari Seoul ke Pulau Jeju ini.” Ucapnya sambil bergaya ala penari tango.
Yoo Ri hanya menatapnya dengan penuh keanehan. Mengerti bahwa gadis di hadapannya adalah gadis normal, lelaki itu lalu menaruh bunga mawar yang digigitnya dan menaruhnya di atas meja bar. Ia lalu mengeluarkan sebuah buku bersampul biru dan menaruhnya di atas meja bar juga.
“Ku pikir itu milikmu. Kau ini bartender ya? Isi bukumu resep minuman semua.”
“Kau tak perlu tahu.” Ucap Yoo Ri jutek. “Terima kasih ya sudah mengantarkan buku ku. Sekarang kau boleh pergi.”
“Aku kan ingin berkenalan denganmu.” Ujar Min Woo sambil berwajah memelas. “Bagaimana kalau besok kita pergi kencan?”
“Tidak mau. Aku saja tidak mengenalmu.”
“Kalau begitu besok kita kencan biar kau bisa mengenalku dan begitu juga sebaliknya. Ya?”
Raut wajah Yoo Ri yang jutek berangsur kembali normal, ia pun menghela nafas panjang. “Terserah sajalah.”
“Baiklah. Besok ku tunggu di depan café mu ya jam empat sore.”
Yoo Ri dan Min Woo semakin hari semakin dekat. Min Woo benar-benar lelaki yang sangat menyenangkan. Selalu bisa membuat Yoo Ri tertawa sepnjang waktu. Tapi yang membuat Yoo Ri selalu teringat Seung Hyun adalah ketika Min Woo mengajak Yoo Ri pergi ke pantai malam-malam dan menunjukkan kunang-kunang yang terbang menghiasi langit malam yang gelap.
Dinding putih tempat di mana banyak tulisan yang tempat Yoo Ri dan Seung Hyun membuat kenangan sekarang sudah tak ada coretan lagi. Yoo Ri berharap, kenangannya tidak menjadi penghambat baginya.
“Hei Yoo Ri, Seung Hyun ini sahabat terbaikku saat masih SMA.” Kata Min Woo memecah keheningan, ia lalu menepuk pundak sahabatnya itu yang duduk di sebelahnya. “Kau datang di saat yang tepat. Minggu ini pantainya sedang bagus sekali, kita harus surfing oke?”
Yoo Ri yang duduk di bangku belakang hanya bisa memperhatikan Seung Hyun dan Min Woo dengan terdiam. Perasaannya langsung kacau balau mengetahui kalau Seung Hyun adalah sahabat dari Min Woo. Tapi ketakutan atas perasaaannya pun terjawab. Seung Hyun terlihat untuk tetap bersikap biasa saja seolah tidak ada apa pun yang terjadi di antara mereka berdua.
Yoo Ri hanya tertawa geli melihat Min Woo dan Seung Hyun menggila bersama di toko surfing yang telah menjadi langganan Min Woo. Mereka berdua benar-benar menikmati hari-hari bersama setelah beberapa tahun tidak bertemu. Dan hebatnya mereka berdua memang tidak tahu malu dan bisa-bisanya menggila di tempat umum yang langsung membuat Yoo Ri terbahak.
Sehari sebelum Seung Hyun pergi kembali ke Seoul, mereka bertiga pergi ke pantai untuk melihat senja. Mereka mengobrol sampai malam pun tiba.
“Aku mengantuk…” Ucap Yoo Ri dengan mata yang sudah mulai menutup.
“TIdurlah.” Min Woo menepuk pundaknya untuk dijadikan sandaran. Ia juga menggenggam erat tangan Yoo Ri.
Dalam hitungan detik, Yoo Ri pun sudah terlelap. Tadi café ramai sekali hingga Yoo Ri terlalu letih untuk membuka matanya hingga larut malam.
“Tadinya aku pikir aku tidak akan bisa memilikinya sampai aku bertemu dia. Meskipun ada beberapa sifatnya yang menyebalkan tapi dia memberikan sebuah cinta… Aku bermaksud untuk tetap terus di sisinya.”
Seung Hyun menepuk pundak sahabatnya sambil tersenyum memaksakan. “Congrats.”
“Thanks.”
Seung Hyun tetap berusaha menjaga raut wajahnya agar terlihat biasa saja meski dalam sebenarnya ia ingin sekali melepaskan semua perasaannya. Kecewa. Marah. Putus asa.
Tapi, beribu kunang-kunang seakan membawa pergi semua emosinya. Ia berusaha untuk menerima bahwa inilah yang terbaik untuknya, Yoo Ri dan juga sahabatnya.
Keesokan hari yang cerah, Min Woo dan juga Yoo Ri mengantarkan Seung Hyun ke stasiun. Yoo Ri berjalan di belakang kedua lelaki yang hampir menutupi tubuh mungilnya itu dengan terdiam.
“Jadi, kau datang ke Pulau Jeju ini hanya untuk menemukan cintamu yang hilang?” Tanya Min Woo tak percaya. “Lalu kenapa kau pergi meninggalkannya begitu saja?”
Seung Hyun hanya bisa menunduk sambil tersenyum. “Aku menemukannya…” Ia terdiam beberapa saat seakan sedang berpikir. “Tidak. Aku tidak dapat menemukannya lagi.”
Yoo Ri hanya mendengarkan dengan seksama. Ia tidak ingin berkata-kata lagi. Ia takut, perasaannya dan juga kenangannya akan kembali merasuki hatinya. Tak berapa lama, kereta pun datang. Seung Hyun memandangi kereta yang akan ia naiki sambil tersenyum.
Yoo Ri hanya mendengarkan dengan seksama. Ia tidak ingin berkata-kata lagi. Ia takut, perasaannya dan juga kenangannya akan kembali merasuki hatinya. Tak berapa lama, kereta pun datang. Seung Hyun memandangi kereta yang akan ia naiki sambil tersenyum.
Every meeting, it’s a type of happinessNo matter when or where, whoever you meetHow the ending goes,it’s all the type of happinessSeung Hyun’s Heart
Seung Hyun memeluk Min Woo dengan perasaan lega, ia berpikir untuk tidak perlulah ia menceritakan kenangannya bersama dengan Yoo Ri kepada Min Woo. Ia mencintai gadis itu tapi ia telah meninggalkannya dan ia bersyukur bahwa Yoo Ri berada di tangan lelaki yang tepat yang bisa dipercaya. Ia juga memeluk Yoo Ri untuk terakhir kalinya. Bukan pelukan kekasih, tapi pelukan seorang sahabat. Masih dengan tersenyum, Seung Hyun pun mengangkat kopernya dan masuk ke dalam kereta.
Min Woo menatap sahabatnya itu dengan bahagia. Ia pun segera kembali berdiri di sebelah Yoo Ri yang terpaku sambil menatapnya hangat. Kenangan masa lalu Yoo Ri dengan Seung Hyun telah berakhir dan Yoo Ri berjanji untuk tidak akan pernah menyakiti hati Min Woo. Dulu memang ia begitu mencintai Seung Hyun. Tapi sekarang, Min Woo lah yang akan berada di sisinya selamanya. Perlahan, Yoo Ri menggenggam erat tangan Min Woo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar